Minggu, 26 Oktober 2014

Lukisan Adna- Azzahra




Kukayuh sepeda, untuk melarikan hati yang sedih, ke satu- satunya tempat yang selalu menjadi penghiburanku sejak kecil

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat ketika kami rasanya baru saja bertemu di persimpangan waktu yang sebenarnya tak diharapkan. Adna dan Azzahra. Awalnya belenggu ini begitu terasa sampai akhirnya ku dipertemukan dengan Adna, sosok kawan yang bagiku langka ketika harus melangkah di tanah asing yang sungguh sebelumnya aku pun tak tahu bagaimana atmosfer disana.

Keluar dari sebuah lingkaran yang kecil : Omelan saban pagi, ruang gerak yang sempit, dan pembicaraan yang kolot, harusnya membuat kami bahagia. Sebab kini berhasil memasuki lingkaran besar yang ingin menerjunkan diri ditengah pusarannya : Melangkah kokoh, mengeluarkan potensi dalam kegiatan sesuka hati kami, mengerjakan hobi- hobi seni yang selalu menarik minat, misalnya mengunjungi galeri atau pameran buku, atau bahkan sekadar jalan- jalan menikmati langit malam.

Tak usah rencana besar yang indah, cukup bertemu dengan Adna, harusnya cukup membuatku gembira. Kadang terkenang akan pertemuan yang tak biasa itu. Sosok Adna dengan hobi aneh: jalan- jalan seorang diri, menikmati sunyi-nya toko buku, memangsa novel- novel penggugah bagi jiwa- jiwa yang rehat atau bahkan sekadar duduk menikmati makanan seorang diri di sebuah tempat makan sesuka hati, namun hal ini cukup ampuh meredam emosi dan kesedihan. 

Aku belajar dari minat Adna yang begitu besar dan dibumbui dengan karakter idealisnya yang unik. Menarik kupikir. Karena penduduk bumi kini sudah banyak yang membenci kebenaran berdiri tegak. Dan kulihat Adna tak kesalkan mereka yang membicarakannya. Aku belajar darinya, bahwa ketika bersikap dan berpikir benar, dengan sendirinya musuh akan berdatangan. Padahal bukankah bersikap dan berpikir benar lebih utama ? bukankah hidup ini tak cukup dengan kata baik ? – Terima Kasih Adna -

Hingga akhirnya, betapapun berat hati ini, Adna tetap harus pergi, mengejar lebih dalam minatnya. Berpisah denganku yang banyak mencuri bekal hidup darinya. Sebab ada yang aneh dengan kami berdua, tiap kali aku merasa tak enak badan atau sekadar jenuh tak mutu, tanpa diminta Adna selalu datang mengajakku berbincang hingga larut malam- membicarakan masa depan, bahkan tak jarang kami berangan- angan mendirikan sebuah komunitas pengabdian sebagai lelucon malam, sampai biasanya akan berakhir pada pembicaraan serius tentang prinsip hidup dan agama ini, karena pengalamannya yang lebih banyak dariku, beberapa kali ia membuatku ternganga kecil ketika tahu sesuatu yang baru bagiku. Inilah yang terjadi, kunilai dirinya ketika sering berbincang lebih dalam hingga larut malam. Kadang terpikir dalam benak, bahwa “fisik” bukanlah indikator utama untuk menilai pemahaman. Paling tidak, Berbincanglah .. sebab bukankah persangkaan belaka akan menghadirkan kebohongan ? 

Adna, ku belajar darimu tuk bahu- membahu bersama mereka yang semangat belajar, tanpa membedakan perhatian dan rasa sayang ..

Adna, ku belajar darimu, bahwa kadangkala merahasiakan keelokan justru menjadi bagian yang indah dari hidup ini ..

Adna, terima kasih sudah membangun diri ini dengan mengungkapkan kesalahanku, bukan pujian ..

Dan Adna, ku belajar darimu, bahwa hal tersulit yang dilakukan manusia memanglah berubah- menjadi lebih benar dari waktu ke waktu ..

Tak jarang kondisi ini membuat kami bangun dipagi hari dengan kantuk yang luar biasa. Namun tiap kali ini terulang, kami merasa itu malam yang hebat sekaligus aneh.

Karena kepergiannya, kini kami rasakan lingkaran itu semakin besar: akan ada kesempatan menatap langit lebih luas di tempat yang baru, kesempatan untuk bersyukur dan bahagia dengan gaya yang berbeda, kesempatan mencuri bekal hidup dari cinta yang lain .. harusnya tak ada lagi alasan untuk terbelenggu, sebab bukankah syukur dan bahagia tergantung gaya kita menyikapi ?.

Kini untuk Adna- Azzahra ..

Ukhuwah bukan hanya terletak pada indahnya pertemuan, tetapi ingatan seorang sahabat kepada saudaranya didalam doa ..

Senin, 20 Oktober 2014

Menukik Langit Malam





Selayaknya matahari yang terbit menyongsong cahaya

Dan terbenam dengan memesona lewat warna yang meneguhkan jiwa- jiwa rehat

Diam- diam sejak kecil dulu telah kutandai, kalau malam cerah bertandang, pasti bintang akan terlihat lebih memesona di langit. Bertaburan membentuk pola yang tak tentu, namun tetap saja nyaman dipandang. Disaat seperti ini bintang- bintang yang nampak mungil itu justru menambah keelokkan sang bulan. Seakan Tuhan tengah mengatur supaya penduduk langit berjuang bersama menularkan cahaya hingga turun ke bumi. 

Bintang- bintang itu menyihir kami, segerombolan bocah yang asik bermain memaksa diri menemukan bintang yang berpola sambil berbaring di atas atap salah satu rumah kami. Menyihir hingga mulut- mulut kecil kami ternganga. Sampai- sampai bisa merasakan jika ada sedikit saja angin menukik, hingga membawa awan gelap yang siap- siap menutup sebagian bintang. Biasanya kami akan menunggu hingga awan itu berlalu. Menatap dalam sunyi, sampai mereka bak lukisan yang beterbangan di angkasa. Hebat sekali langit malam itu. 

Tapi tahukah engkau, bahwa langit malam di pagi buta akan terlihat lebih memesona. Entah mengapa seakan penduduk langit saat itu akan tampak lebih bercahaya. Padahal telah waktunya penduduk bumi untuk terlelap, atau sekadar lalu- lalang dalam perjalanan sambil  menghiraukan malam, tak ada yang peduli. Merahasiakan keelokan bulan dan bintang yang tengah pasrah bersiap menanti kehadiran mentari.

Namun, bukankah adakalanya, menyerahkan diri dan memelihara rahasia keelokan, menjadi bagian dari indahnya menjalani hidup ini ?