Selasa, 17 November 2015

Langit Perempuan




Malam itu begitu sepi. Sinar rembulan timbul tenggelam di antara awan tipis yang menari di gelanggang langit yang dingin. Seorang anak manusia yang lama pergi telah menemukan jalan pulangnya. 

Hari ini aku kembali menulis. Terlalu banyak peristiwa yang tak sempat tertulis tuk mengalirkan pesan. Tapi kini saatnya menarik diri sejenak, untuk mengembalikkan ikhlas.

Kali ini aku ingin bicara tentang sesuatu yang disebut “perempuan”. Kadang memang tak logis, ketika perempuan harus tampil dibalik tuntutan- tuntutan yang hadir dari paradigma masyarakat. Yang seakan terbiasa untuk tampil ideal sekadar memenuhi pandangan para pembuat adat.

Namun rangkaian peristiwa belakangan kembali mengajarkan ku tentang hakikat cinta. Aku mungkin akan berhenti, entah kapan, untuk menguraikan definisi cinta. Karena cinta itu dekat, sedekat urat nadi kita. Tak usah membuka buku- buku di rakmu jika ingin mengurai tentang cinta.

Aku rindu .. rindu belajar menjadi perempuan yang lembut nurani nya. yang mampu menjaga jatuh cinta nya untuk selalu dalam dekap-Nya.

Aku khawatir .. khawatir akan ketidakmampuan untuk setia menjaga, menjaga kepercayaan-Nya. 

Aku mendamba cinta .. cinta yang memberi nutrisi bagi nurani- nurani yang sepi.

Ku dengar dari para penyair, adakah cinta sejati di dunia ? adakah cinta yang sempurna ? atau adakah hati yang tak bisa luka ?

Bagiku, cinta adalah kelembutan nurani dengan akal .. jikalau rindu datang .. biar saja jadi penghiburan kecil saat itu.

Bukankah Sang Khalikul alam yang memberi cinta ?

Maka tidak ada yang salah dengan cinta. Namun setidaknya jangan pernah lelah mendidik rasa dalam tujuan yang haq. Yang tetap hidup dalam raga yang kelak tak bersuara lagi.

Aku rindu menjadi perempuan .. perempuan yang menjaga setiap nafas bahagia nya .. perempuan yang menjaga tiap butir ikhlas nya .. perempuan yang memberi harapan untuk jiwa- jiwa yang dicintai nya .. perempuan yang menjadi kekuatan saat sekitarmu hanyalah rahasia dan dusta .. perempuan yang menjaga keyakinan nya saat hilang, keyakinan pada setiap untaian surat cinta-Nya.
 
Demi janji pada maha pemberi cinta .. Inginnya diri kembalikan nurani pada sesuatu yang disebut “perempuan”.

Minggu, 22 Maret 2015

Kedamaian Dalam Hati


Universitas ternama di negara lainnya, konon pernah ada kisah tentang sebuah pendedikasian cinta di California. tertulis nama pendiri Stanford University yaitu Leland Stanford, beliau adalah seorang gubernur California tahun 1876, Leland mempunyai seorang putera yang kemudian meninggal karena typhoid fever saat akan beranjak ke usia 16 tahun.

Setelah itu Leland Standford berkata kepada istrinya bahwa “anak- anak di California akan menjadi anak- anak kita”. Dan mereka segera memutuskan untuk mencari cara yang abadi untuk mengenang anak tercinta mereka. Keluarga Stanford mengunjungi beberapa Universitas besar di timur untuk mengumpulkan ide. Lalu dengan bermodalkan tanah lebih dari 8000 hektar keluarga stanford mendirikan universitas dengan nama Stanford university.

Berawal dari sebuah rasa cinta yang tulus dan justru tumbuh semakin besar dari rasa kehilangan, melewati hidup penuh kebahagiaan ketika kita melihatnya dari kacamata fisik semata. Memiliki harta cukup, nama baik, pendidikan. Namun Apakah mereka bahagia ?, tentu kita tidak pernah tahu seberapa besar rasa kehilangan itu di tengah suksesnya mereka mendirikan sebuah lembaga pendidikan tinggi.

Berdamai dengan masa lalu mungkin itu yang tengah dilakukannya. Mulailah dengan damai menerima masa lalu, peluk semua kisah itu dan berikan dia tempat terbaik dalam hidup. Hingga tiba saatya disiram oleh waktu dan dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia. Apakah mudah melakukannya ? itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil.

Dan ketahuilah, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Karena boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi, kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. 

Tak perlu ada penjelasan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tak perlu siapapun mengakuinya untuk di bilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Kitalah yang tahu persis, apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak. 

Lidah dan bibir ini dapat berdusta, amal ini dapat mengelabui, namun hati ? ia tak dapat berpaling dari sebuah kejujuran. Terus belajar mendidik hati, karena ia dapat menjadi sumber dari segala bahasa dan amal.
_Azzahra Ilma_
Wallahu’alam ..


(Sumber kisah Stanford University : http://www.stanford.edu/about/history/)