Kukayuh sepeda, untuk melarikan hati yang sedih, ke satu-
satunya tempat yang selalu menjadi penghiburanku sejak kecil
Tak
terasa waktu berlalu begitu cepat ketika kami rasanya baru saja bertemu di
persimpangan waktu yang sebenarnya tak diharapkan. Adna dan Azzahra. Awalnya belenggu ini begitu
terasa sampai akhirnya ku dipertemukan dengan Adna,
sosok kawan yang bagiku langka ketika harus melangkah di tanah asing yang sungguh sebelumnya aku pun
tak tahu bagaimana atmosfer disana.
Keluar dari
sebuah lingkaran yang kecil : Omelan saban pagi, ruang gerak yang sempit, dan
pembicaraan yang kolot, harusnya membuat kami bahagia. Sebab kini berhasil
memasuki lingkaran besar yang ingin menerjunkan diri ditengah pusarannya :
Melangkah kokoh, mengeluarkan potensi dalam kegiatan sesuka hati kami, mengerjakan hobi- hobi seni yang selalu menarik minat,
misalnya mengunjungi galeri atau pameran buku, atau bahkan sekadar jalan- jalan
menikmati langit malam.
Tak usah
rencana besar yang indah, cukup bertemu dengan Adna, harusnya cukup membuatku
gembira. Kadang terkenang akan pertemuan yang tak biasa itu. Sosok Adna dengan
hobi aneh: jalan- jalan seorang diri, menikmati sunyi-nya toko buku, memangsa
novel- novel penggugah bagi jiwa- jiwa yang rehat atau bahkan sekadar duduk
menikmati makanan seorang diri di sebuah tempat makan sesuka hati, namun hal
ini cukup ampuh meredam emosi dan kesedihan.
Aku belajar
dari minat Adna yang begitu besar dan dibumbui dengan karakter idealisnya yang
unik. Menarik kupikir. Karena penduduk bumi kini sudah banyak yang membenci
kebenaran berdiri tegak. Dan kulihat Adna tak kesalkan mereka yang
membicarakannya. Aku belajar darinya, bahwa ketika bersikap dan berpikir benar,
dengan sendirinya musuh akan berdatangan. Padahal bukankah bersikap dan
berpikir benar lebih utama ? bukankah hidup ini tak cukup dengan kata baik ? –
Terima Kasih Adna -
Hingga
akhirnya, betapapun berat hati ini, Adna tetap harus pergi, mengejar lebih
dalam minatnya. Berpisah denganku yang banyak mencuri bekal hidup darinya.
Sebab ada yang aneh dengan kami berdua, tiap kali aku merasa tak enak badan
atau sekadar jenuh tak mutu, tanpa diminta Adna selalu datang mengajakku
berbincang hingga larut malam- membicarakan masa depan, bahkan tak jarang kami berangan-
angan mendirikan sebuah komunitas pengabdian sebagai lelucon malam, sampai
biasanya akan berakhir pada pembicaraan serius tentang prinsip hidup dan agama
ini, karena pengalamannya yang lebih banyak dariku, beberapa kali ia membuatku
ternganga kecil ketika tahu sesuatu yang baru bagiku. Inilah yang terjadi,
kunilai dirinya ketika sering berbincang lebih dalam hingga larut malam. Kadang
terpikir dalam benak, bahwa “fisik” bukanlah indikator utama untuk menilai pemahaman.
Paling tidak, Berbincanglah .. sebab bukankah persangkaan belaka akan
menghadirkan kebohongan ?
Adna, ku
belajar darimu tuk bahu- membahu bersama mereka yang semangat belajar, tanpa
membedakan perhatian dan rasa sayang ..
Adna, ku
belajar darimu, bahwa kadangkala merahasiakan keelokan justru menjadi bagian
yang indah dari hidup ini ..
Adna, terima
kasih sudah membangun diri ini dengan mengungkapkan kesalahanku, bukan pujian
..
Dan Adna, ku
belajar darimu, bahwa hal tersulit yang dilakukan manusia memanglah berubah-
menjadi lebih benar dari waktu ke waktu ..
Tak jarang
kondisi ini membuat kami bangun dipagi hari dengan kantuk yang luar biasa. Namun
tiap kali ini terulang, kami merasa itu malam yang hebat sekaligus aneh.
Karena
kepergiannya, kini kami rasakan lingkaran itu semakin besar: akan ada
kesempatan menatap langit lebih luas di tempat yang baru, kesempatan untuk
bersyukur dan bahagia dengan gaya yang berbeda, kesempatan mencuri bekal hidup
dari cinta yang lain .. harusnya tak ada lagi alasan untuk terbelenggu, sebab bukankah
syukur dan bahagia tergantung gaya kita menyikapi ?.
Kini untuk Adna- Azzahra ..
Ukhuwah bukan hanya terletak pada indahnya pertemuan, tetapi
ingatan seorang sahabat kepada saudaranya didalam doa ..