Kamis, 03 Maret 2016

Langit di Penghujung Mata



             Kini ku menikmati langit dalam emosi yang berbeda dari sebelumnya. Terbangun di sepertiga malam namun hanya terdengar suara pohon yang saling bersentuhan karena hembus angin yang bagai tak sabar melihat mentari. Anehnya, kali ini bukan rindu yang membuncah .. tapi memori sakral yang kian waktu kian terpendam .. yang semakin melangkah kian terlupakan, bukan termaafkan .. 

           Di sepertiga malam itu tak ada cengkrama ringan yang menggembirakan. namun lagi- lagi langit malam membuatku gila, selalu ada rasa yang indah walau hanya bisa memandang dari penghujung mata .. karena harus mencari celah dari pepohonan yang bergerak tak tenang.

             Memori mulai berjalan menyusuri langkah – langkah kecil yang bergerak riang di masa lalu. Menampilkan senyum paling manis hanya untuk menutup luka. Sambil berharap tak ada lagi belenggu yang menempel dalam jiwa .. hingga menjadi air yang dapat memadamkan api.

             Kini ku bicara soal jiwa- jiwa yang berangkat dari cerita yang sunyi. Berkumpul tuk saling mendidik rasa dan akal dalam sebuah skenario yang berkelit .. yang tetap berjuang untuk keluar dari belenggu- belenggu pengikat jiwa .. yang tetap menjaga setiap butir ikhlas nya walau air mata yang bening belum bisa berhenti jatuh .. yang ingin tetap melangkah karna menyadari bahwa waktu akan terus berjalan dengan atau tanpa kita. Maka, seharusnya bukan lagi tentang seberapa sunyi cerita itu .. tapi bagaimana membuat cerita sunyi menjadi akhir perjalanan yang memesona .. atau paling tidak menjadi dongeng ringan yang menggembirakan hati.

            “Tak akan ada dua warna dalam satu rongga dada” .. ku dapati kalimat ini dari seorang ibu yang tak pernah ku kenal sebelumnya, namun mengingatkanku pada sesuatu yang disebut perempuan. Ada yang menarik dalam kalimat itu, ku pikir. Hamba- Nya atau munafikkah ?

             Kini dalam perjalanan memori sakral di masa lalu, dalam lelah menjalani cerita yang sunyi .. harus ku akui bahwa kebeningan hati akan tetap menunggu di akhir perjalanan nanti .. menampilkan senyum paling manis karena termaafkan, bukan terlupakan .. hingga nafas yang terhenti karena bahagia dalam perjuangan, bukan penyesalan.


-By Azzahra-

Kecamuk Hati dalam Masa



Masa demi masa berlalu,

Pernah ku katakan .. aku mungkin akan berhenti, entah kapan, untuk menguraikan definisi cinta. Karena cinta itu dekat, sedekat urat nadi kita. Tak usah membuka buku- buku di rakmu jika ingin mengurai tentang cinta. Karena cinta adalah qolbu. 

Masa demi masa berlalu,

tak pernah ada runtutan kisah  yang kian dirundung kebahagiaan tawa canda, pernah terdengar celoteh bahwa hidup terhitung dari seberapa banyak kita terhenti bernafas untuk  takjub pada- Nya. demi masa katanya, karena jiwa tak akan pernah menang dalam semua kecamuk perang .. kecuali setelah ia menang dalam pertempuran rasa ..  dalam pertarungan akhlak ..

Masa demi masa berlalu,

Kita mendamba .. mendamba dapat membersamai orang- orang yang diamnya menjadi tasbih .. bicaranya adalah ilmu .. dan ucapanya mengalir doa. Yang saling mendekap hangat kita dalam kebenaran dengan selimut- selimut yang kelak dapat dibentangkan di surga, dalam tempat terbaik  .. dalam sebaik- baiknya masa.

Demi masa ..

Akan ada mata yang tak dapat dipejamkan karena dirundung rindu .. akan ada lidah yang bungkam karena mengingat manis nya kebersamaan .. dan akan ada nafas yang terhenti karena jauh nya perjuangan.