Anggaplah pertemuan ku
dengan sastra hanya karena sebuah kebetulan belaka. Baiklah, bisa ku bilang
sastra merupakan bahasa dalam karya tulis yang mampu menggetarkan jiwa, indah
namun penuh dialektika, dalam hal ini perbedaan dan pertentangan antar
kata-kata. Tak bisa ku pungkiri hidup ini tak pernah lepas dari sastra. Kini
kemesraan yang dipersembahkan sastra kepadaku mampu memikat pikiran dan hati.
Ia mengajariku bagaimana membangun nalar kritis dan memahami serta merasakan penuh
renung dengan nurani tentang sebuah makna. Tak bisa sembarangan memang, karena
kualitas-nya akan mempengaruhi pola pikir sang pembaca. Memang gila rasanya ketika sekelompok kata-kata
bersatu untuk mengubah dunia.
Baru kusadari dua tahun
terakhir ini kemesraan ku dengan sastra terjalin cukup harmonis. Entahlah
sampai saat ini tak jelas letak keharmonisan itu dimana. Tapi yang pasti
pertemuanku dengan sastra kini mampu menjelaskan arah perjalanan di labirin yang
tengah dibuat Tuhan untukku. Ya Tuhan, maaf jika pernah ku katakan bahwa
labirin yang Engkau buat untukku menyebalkan, tapi kini ku akui ternyata itu
sungguh memesona. Inginnya ku minta izin kepada-Mu untuk mengisi labirin itu
dengan keindahan karya.
Tak jarang bercengkrama
dengan sastra harus membuatku masuk pada realitas, tapi justru disitu makin
banyak ku pungut kata-kata yang berserakan untuk menyusun karya dan mengasah
hakikat humanisme ku. Semenjak itulah seringkali merenung ku jadikan metode andalan
ketika ingin menciptakan keindahan karya. Bagiku, merenung merupakan keadaan
bahwa disana hanya ada aku dan pikiranku, juga keadaan spiritual dimana ku
mampu menciptakan sebuah pemikiran besar. Lagi-lagi harus kuakui bahwa
pertemuan dengan sastra kini membuatku merasa gila, sebab setiap saat untaian makna menghantui derap langkah di
labirin yang diciptakan Tuhan untukku itu. Baiklah, walaupun seringkali
membuatku harus berpikir keras karena masalah yang kian diciptakan-nya, tapi
kini ku mengerti bahwa itu adalah cara-nya untuk tetap menjalin kemesraan
denganku. Perkenalan ku dengan-nya kini membuat ku mampu mengucap “Terimakasih
Langit Pagi” dan “Terimakasih Langit Malam”.
Sastra dan aku …