Universitas ternama di negara lainnya,
konon pernah ada kisah tentang sebuah pendedikasian cinta di California. tertulis
nama pendiri Stanford University yaitu Leland Stanford, beliau adalah seorang gubernur California tahun 1876, Leland
mempunyai seorang putera yang kemudian meninggal karena typhoid fever saat akan beranjak ke usia 16 tahun.
Setelah itu Leland Standford
berkata kepada istrinya bahwa “anak- anak di California akan menjadi anak- anak
kita”. Dan mereka segera memutuskan untuk mencari cara yang abadi untuk
mengenang anak tercinta mereka. Keluarga Stanford mengunjungi beberapa
Universitas besar di timur untuk mengumpulkan ide. Lalu dengan bermodalkan
tanah lebih dari 8000 hektar keluarga stanford mendirikan universitas dengan
nama Stanford university.
Berawal dari sebuah rasa cinta
yang tulus dan justru tumbuh semakin besar dari rasa kehilangan, melewati hidup
penuh kebahagiaan ketika kita melihatnya dari kacamata fisik semata. Memiliki harta cukup, nama baik, pendidikan. Namun Apakah
mereka bahagia ?, tentu kita tidak pernah tahu seberapa besar rasa kehilangan
itu di tengah suksesnya mereka mendirikan sebuah lembaga pendidikan tinggi.
Berdamai dengan masa lalu mungkin
itu yang tengah dilakukannya. Mulailah dengan damai menerima masa lalu, peluk
semua kisah itu dan berikan dia tempat terbaik dalam hidup. Hingga tiba saatya
disiram oleh waktu dan dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia. Apakah mudah
melakukannya ? itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil.
Dan ketahuilah, saat kita
tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Karena
boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya
melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah
tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi, kita sedang menangis dalam seluruh
kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar.
Tak perlu ada penjelasan panjang
lebar. Itu kehidupan kita. Tak perlu siapapun mengakuinya untuk di bilang
hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Kitalah
yang tahu persis, apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak.
Lidah
dan bibir ini dapat berdusta, amal ini dapat mengelabui, namun hati ? ia tak
dapat berpaling dari sebuah kejujuran. Terus belajar mendidik hati, karena ia
dapat menjadi sumber dari segala bahasa dan amal.
_Azzahra Ilma_
_Azzahra Ilma_
Wallahu’alam
..
(Sumber kisah Stanford University
: http://www.stanford.edu/about/history/)