PELANGI IKHTIAR
Sepercik tinta pena Azzahra
Oleh Azzahra
Sepercik tinta pena Azzahra
Oleh Azzahra
Proses
kita menjalani hidup adalah pilihan. Meski takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah ditentukan di Lauhul Mahfuzh, tapi Allah memberi manusia pilihan untuk taat atau
membangkang kepadaNya- dan keputusan kita itu tetap masih ada didalam ilmu
Allah. Lalu, ketika kita memilih taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, saat itulah kita di uji. Sebab,
seringkali pilihan itu justru bertentangan dengan hawa nafsu. Sehingga kitalah
yang kerap menjadi “musuh terbesar” bagi diri sendiri.
Setidaknya
itulah yang Zahra alami saat memutuskan untuk berjilbab. Momen yang cukup
sakral dan indah. Zahra tahu persis perubahannya akan mengundang reaksi teman-
teman sebayanya, terlebih lagi mereka yang menunjukkan sikap sentimen.
Dua
tahun lebih Zahra habiskan waktu untuk merenungi keputusan itu. Mencari tahu
dasar- dasar ilmu yang dapat memperkuat keputusannya, ia butuh generator. Generator yang tak sekadar
membangkitkan gelora sesaat namun setelahnya tergelincir kembali, malainkan untuk
membuatnya kokoh berdiri stabil dilingkungan apapun. Sekarang apa yang kau pikirkan tentang menjadi wanita yang lebih baik
di hadapan Allah ?
Lelah,
emosi, putus asa, bangkit, bimbang, ragu, dan bangkit kembali. Sekiranya itu
yang Zahra alami selama proses “mencari- cari”. Memang lingkungan pergaulan
Zahra tak separah yang sampai mabuk- mabukan atau sejenisnya, atau bahasa tenar
yang kian merebak dimasa remajanya yakni hang out tak karuan, karokean sana-
sini sambil berdansa ria seakan- akan hidup tak akan berakhir, nonton film
bersama kekasih yang kononnya “tersayang” padahal tak khayal, belum ada ikatan
secara islam didalamnya. Ya, seperti itu lingkungan Zahra saat dimana ia buat
keputusan besar. Kuat menggerogoti otak dengan pilihan menjadi wanita yang baik
di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala
atau menjadi wanita yang baik di hadapan teman- teman yang kerap memaksa
dirinya ikut serta menikmati kesenangan belaka.
Zahra
sadar, ia menolak pergaulan seperti itu bukan karena ia sudah paham agama Islam
saat itu. Ia hanya bermain logika, tak banyak keuntungan ataupun kebaikan yang
ia dapat ketika pernah sesekali ikut serta walau hanya sebagai “penonton” atas
teman- temannya. Yang ia dapat hanya sebuah kesenangan yang semu, tak
memberikan kenyamanan hati yang sesungguhnya. Namun Zahra merasa berat jika
harus meninggalkan teman- teman nya dalam keadaan “tak karuan”, sebab Zahra
kenal betul teman- teman dekatnya itu. Mereka tetap teman yang baik bagi Zahra,
menolong saat Zahra mengalami kesulitan, penghibur saat Zahra tak lagi
bersemangat menjalani rutinitas yang kian membuatnya lebih memilih diam dan
menyendiri. “aku tetap sayang mereka”
lirihnya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan pilihan dalam berpakaian, mau pakaian
takwa atau pakaian sebagai perhiasan, dan memilih pakaian takwa itu lebih baik.
Walaupun selama ini jilbab bukanlah hal baru bagi Zahra, karena memang ia sudah
lama memakainya tapi tak tahu apa dasarnya. Pikirnya selama ini adalah yang
penting ia sudah cukup rajin menjalankan shalat wajib yang ada di lima waktu.
Setelah
cukup lama menjalani proses “mencari- cari”, tak lama dengan bismillah, Zahra
memutuskan berjilbab. Persis dugaanya, keputusanya telah mengundang reaksi,
khususnya teman- teman sebayanya. Karena untuk keluarga Zahra, mereka tak
mempermasalahkan hal ini, walau tak dalam kategori mendukung keputusannya juga.
Alhasil
keanekaragaman reaksi teman dan seluruh lingkungannya mulai ia dapatkan. Hal
ini sudah Zahra perhitungkan sebelumnya, karenanya ia tetap kuat dengan keputusannya
apapun pandangan ataupun komentar teman- temannya. Zahra tak ingin berjilbab
setengah- setengah. Mencari referensi pakaian dan kerudung secara syar’i baik
melalui internet, majalah, dan pengamatan langsung dari muslimah- muslimah yang
sudah terlebih dahulu mengenakan jilbab.
Akhirnya
Zahra menemukan model jilbab yang membuatnya nyaman, yaitu berjilbab lebar.
Walaupun akhirnya ia sering dicap menganut aliran Islam tertentu, semua itu
disambutnya dengan senyuman dan sesekali dengan jawaban “aliran Islam kajian
Al- Qur’an dan Sunnah.”
Seiring
berjalannya waktu, ujian kian datang bertubi- tubi kepadanya. Salah satu yang
teringan baginya adalah saat dimana teman- teman dekatnya mulai menjauhi
dirinya karena alasan tak suka dengan gaya berpakaiannya saat ini. Pandangan-
pandangan aneh mulai merebak tak hanya teman dekat melainkan lingkungan
pergaulanya saat itu. Bukan tak peduli dengan pandangan- pandangan itu, tapi
yang Zahra pikirkan adalah bahwa ia harus membenahi dirinya dahulu sebelum
meluruskan semuanya.
Satu ketika ada yang bertanya kepada Hasan
al-Bashri Rahimahullah, "Wahai Abu Sa'id apa yang harus kami perbuat ?
kami berteman dengan orang-orang yang senantiasa menakut-nakuti kami
sampai-sampai hati kami hendak melayang."Maka beliau menjawab, " Demi
Allah! Sesungguhnya jika kamu berteman dengan orang-orang yang senantiasa
menakut-nakuti dirimu hingga mengantarkan dirimu kepada keamanan, maka itu jauh
lebih baik dari pada kamu berteman dengan mereka yang senantiasa menanamkan
rasa aman hingga menyeretmu kepada situasi yang menakutkan."
Dan aku ingin meringankan pertanggungjawaban
orangtuaku kelak di akhirat –Azzahra-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar