Selasa, 21 Januari 2014

Seribu Malaikat



Goresan pena seorang gadis pemimpi yang mencoba mengenal bumi

Azzahra

DENGAN jemari halusnya, zahra kecil belajar menggenggam gagang pensil. Ditariknya napas dalam- dalam untuk mengumpulkan tenaga hingga bertumpu pada tangan kanannya. Sesekali badannya terbungkuk- bungkuk mencoba mendekatkan diri pada kertas putih yang menggugah batinnya. Kesalnya ia tak bisa jua untuk menulis satu kalimat saja. Dilakukannya berkali- kali hingga akhirnya bosan dan hanya menghasilkan sebuah garis yang saling bertabrakan.   

Jika lelah, ia memalingkan wajah sejenak untuk sekedar memastikan ia tidak sedang sendiri. Sejurus kemudian mengeluarkan kata- kata tak karuan dengan vokal dan konsonan yang sulit diterjemahkan. Merasa tak ada yang merespon, ia mencoba kembali dengan kesibukannya. 

Zahra kecil terus bekerja tanpa hasil, semuanya menjadi semakin sulit karena rasa bosan bercampur marah karena tak bisa menulis sekalimatpun. Akhirnya ia hentikan kesibukannya.

Bagi zahra kecil, menggenggam pensil saja ia harus mengumpulkan tenaga paling tidak supaya dapat bertumpu di tangan kanannya. Gurat wajah penuh amarah dan mimpi mulai mencuat ke permukaan. Zahra kecil ingin menulis, paling tidak menenggelamkan diri dalam kelepur mimpi, ya merangkai mimpi dalam kata.

Anggaplah bahwa mimpi fatamorgana hidup yang dapat dinikmati setiap saat, bunga- bunga tidur sekaligus refleksi hati dan pikiran dari alam bawah sadar. Memberi senyum mungil walau belum sampai, melihat anugerah walau masih dalam khayal, membawa harapan walau masih di angan, dan menyadari mulai hadir cinta- Nya. Namun terkadang ragu sekaligus takjub, siapa sangka kalau suatu saat nanti senyum mungil, anugerah, harapan, dan cinta- Nya benar- benar ia rasakan nyata.

To be continue ..


Tidak ada komentar: