Goresan
pena seorang gadis pemimpi yang mencoba mengenal bumi
Azzahra
DENGAN jemari halusnya,
zahra kecil belajar menggenggam gagang pensil. Ditariknya napas dalam- dalam
untuk mengumpulkan tenaga hingga bertumpu pada tangan kanannya. Sesekali
badannya terbungkuk- bungkuk mencoba mendekatkan diri pada kertas putih yang
menggugah batinnya. Kesalnya ia tak bisa jua untuk menulis satu kalimat saja.
Dilakukannya berkali- kali hingga akhirnya bosan dan hanya menghasilkan sebuah
garis yang saling bertabrakan.
Jika lelah, ia
memalingkan wajah sejenak untuk sekedar memastikan ia tidak sedang sendiri.
Sejurus kemudian mengeluarkan kata- kata tak karuan dengan vokal dan konsonan
yang sulit diterjemahkan. Merasa tak ada yang merespon, ia mencoba kembali
dengan kesibukannya.
Zahra kecil terus
bekerja tanpa hasil, semuanya menjadi semakin sulit karena rasa bosan bercampur
marah karena tak bisa menulis sekalimatpun. Akhirnya ia hentikan kesibukannya.
Bagi zahra kecil,
menggenggam pensil saja ia harus mengumpulkan tenaga paling tidak supaya dapat
bertumpu di tangan kanannya. Gurat wajah penuh amarah dan mimpi mulai mencuat
ke permukaan. Zahra kecil ingin menulis, paling tidak menenggelamkan diri dalam
kelepur mimpi, ya merangkai mimpi dalam kata.
Anggaplah bahwa mimpi fatamorgana
hidup yang dapat dinikmati setiap saat, bunga- bunga tidur sekaligus refleksi
hati dan pikiran dari alam bawah sadar. Memberi senyum mungil walau belum
sampai, melihat anugerah walau masih dalam khayal, membawa harapan walau masih
di angan, dan menyadari mulai hadir cinta- Nya. Namun terkadang ragu sekaligus
takjub, siapa sangka kalau suatu saat nanti senyum mungil, anugerah, harapan,
dan cinta- Nya benar- benar ia rasakan nyata.
To be continue ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar