Hari itu kuliah ku tervonis jam
setengah delapan pagi. Waktu yang bagiku cukup, tak terlalu pagi ataupun siang.
Entah mengapa setiap pagi selalu ku sempatkan beranjak ke beranda depan kost-kost-an
sekadar meyakinkan bahwa mentari tengah terbit dengan sempurna pagi itu,
mendoktrin dengan tegas melalui biru langit yang terang benderang dan tampak
serasi dengan jingga nya mentari pagi. Tak jarang cengkrama keduanya memancing
kicau burung untuk turut ikut campur sambil berlalu-lalang menambah hiasan
langit. Abstrak awan putih bak lukisan mengintai bumi, mendesain lugas
fatamorgana pagi. Lalu, tidakkah langit pagi mendustai Sang Pencipta ? adakah
langit pagi bermuram durja demi sekadar menyelamatkan sepasang kekasih Allah ?
atau muncul hanya sebagai eklips peneduh jiwa-jiwa yang rehat ?
Seringkali lamunan ku terhentak
ketika menolehkan kepala ke sisi kanan. Ya, tampak sebuah kali mungil
menghias gang yang jalanannya itu cukup sering membuat ban motorku terperosok,
namun tak pernah sedikitpun terbesit niat untuk mengambil alternatif jalan lain
yang lebih baik. Albedo mentari tengah mengenai wajahku dari sisi kanan
beranda, cukup membuat mengerutkan dahi sampai-sampai harus ku runcingkan ujung
mata hanya karena sekadar ingin melihat jelas sebuah pemandangan ekspose. Edisi
terbaru yang dipersembahkan langit pagi kepadaku.
Ameliosi pemandangan disana
terjadi karena acapkali tampak sebuah kemesraan pagi yang dilakoni oleh
sepasang paruh baya, yang telah kuselidiki bemukim disamping kali
mungil itu. Rumah yang dimensinya dari tumpukan kayu dan papan bekas, semuanya
tampak karena memang tersusun sistematis dari potongan-potongan yang tidak
teratur, lantai pun hanya beralaskan tanah mendominasi cokelatnya kayu dan
papan bekas. Setiap pagi mereka selalu berhasil mendahuluiku melihat mentari
pagi. Entah sampai detik ini tak ku ketahui apa aktivitas mereka disetiap pagi
itu. Aktivitas yang harus membuat sepasang paruh baya mengusir paksa rasa
kantuk pada dimensi subuh ku kira.
Alih-alih membenarkan posisi tas
ku di motor, malah kudapati pemandangan dari sepasang paruh baya itu. Ini kali
pertama kudapati kemesraan mereka di pagi hari. Canda tawa yang kupikir
seharusnya tidak ada pada kehidupan sepasang paruh baya yang hingga kini tetap
terus bekerja keras setidaknya demi menjaga kemesraan untuk bisa berlangsung
lebih lama lagi. Nampaknya, saling tak peduli kerutan yang ada pada wajah
mereka, tak peduli kucuran keringat hasil bersawah ku kira, dan tak peduli apa
yang harus mereka suapi ke perut mereka hari ini. Semua tampak mudah bagi
siapapun yang melihatnya, ku yakini itu. Hingga hari-hari berikutnya pun tak
jarang ku berdalih membenarkan posisi tas di motorku sekadar ingin melihat
pemandangan itu lagi, pemandangan yang selalu menimbulkan dialektika di otak ku
!
ALLAHurabbi, ingin suatu saat
nanti jika Engkau tengah berkehendak, sampaikan pesan ku pada malaikat-Mu untuk
membawa mereka dengan asmaranya disisi-Mu ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar