Rabu, 30 Januari 2013

Terima Kasih Langit Pagi



Hari itu kuliah ku tervonis jam setengah delapan pagi. Waktu yang bagiku cukup, tak terlalu pagi ataupun siang. Entah mengapa setiap pagi selalu ku sempatkan beranjak ke beranda depan kost-kost-an sekadar meyakinkan bahwa mentari tengah terbit dengan sempurna pagi itu, mendoktrin dengan tegas melalui biru langit yang terang benderang dan tampak serasi dengan jingga nya mentari pagi. Tak jarang cengkrama keduanya memancing kicau burung untuk turut ikut campur sambil berlalu-lalang menambah hiasan langit. Abstrak awan putih bak lukisan mengintai bumi, mendesain lugas fatamorgana pagi. Lalu, tidakkah langit pagi mendustai Sang Pencipta ? adakah langit pagi bermuram durja demi sekadar menyelamatkan sepasang kekasih Allah ? atau muncul hanya sebagai eklips peneduh jiwa-jiwa yang rehat ?

Seringkali lamunan ku terhentak ketika menolehkan kepala ke sisi kanan. Ya, tampak sebuah kali mungil menghias gang yang jalanannya itu cukup sering membuat ban motorku terperosok, namun tak pernah sedikitpun terbesit niat untuk mengambil alternatif jalan lain yang lebih baik. Albedo mentari tengah mengenai wajahku dari sisi kanan beranda, cukup membuat mengerutkan dahi sampai-sampai harus ku runcingkan ujung mata hanya karena sekadar ingin melihat jelas sebuah pemandangan ekspose. Edisi terbaru yang dipersembahkan langit pagi kepadaku.  

Ameliosi pemandangan disana terjadi karena acapkali tampak sebuah kemesraan pagi yang dilakoni oleh sepasang paruh baya, yang telah kuselidiki bemukim disamping kali mungil itu. Rumah yang dimensinya dari tumpukan kayu dan papan bekas, semuanya tampak karena memang tersusun sistematis dari potongan-potongan yang tidak teratur, lantai pun hanya beralaskan tanah mendominasi cokelatnya kayu dan papan bekas. Setiap pagi mereka selalu berhasil mendahuluiku melihat mentari pagi. Entah sampai detik ini tak ku ketahui apa aktivitas mereka disetiap pagi itu. Aktivitas yang harus membuat sepasang paruh baya mengusir paksa rasa kantuk pada dimensi subuh ku kira.

Alih-alih membenarkan posisi tas ku di motor, malah kudapati pemandangan dari sepasang paruh baya itu. Ini kali pertama kudapati kemesraan mereka di pagi hari. Canda tawa yang kupikir seharusnya tidak ada pada kehidupan sepasang paruh baya yang hingga kini tetap terus bekerja keras setidaknya demi menjaga kemesraan untuk bisa berlangsung lebih lama lagi. Nampaknya, saling tak peduli kerutan yang ada pada wajah mereka, tak peduli kucuran keringat hasil bersawah ku kira, dan tak peduli apa yang harus mereka suapi ke perut mereka hari ini. Semua tampak mudah bagi siapapun yang melihatnya, ku yakini itu. Hingga hari-hari berikutnya pun tak jarang ku berdalih membenarkan posisi tas di motorku sekadar ingin melihat pemandangan itu lagi, pemandangan yang selalu menimbulkan dialektika di otak ku !

ALLAHurabbi, ingin suatu saat nanti jika Engkau tengah berkehendak, sampaikan pesan ku pada malaikat-Mu untuk membawa mereka dengan asmaranya disisi-Mu ..

Tidak ada komentar: