Rabu, 30 Januari 2013

Sastra dalam Persimpangan Waktu



Anggaplah pertemuan ku dengan sastra hanya karena sebuah kebetulan belaka. Baiklah, bisa ku bilang sastra merupakan bahasa dalam karya tulis yang mampu menggetarkan jiwa, indah namun penuh dialektika, dalam hal ini perbedaan dan pertentangan antar kata-kata. Tak bisa ku pungkiri hidup ini tak pernah lepas dari sastra. Kini kemesraan yang dipersembahkan sastra kepadaku mampu memikat pikiran dan hati. Ia mengajariku bagaimana membangun nalar kritis dan memahami serta merasakan penuh renung dengan nurani tentang sebuah makna. Tak bisa sembarangan memang, karena kualitas-nya akan mempengaruhi pola pikir sang pembaca. Memang gila rasanya ketika sekelompok kata-kata bersatu untuk mengubah dunia.

Baru kusadari dua tahun terakhir ini kemesraan ku dengan sastra terjalin cukup harmonis. Entahlah sampai saat ini tak jelas letak keharmonisan itu dimana. Tapi yang pasti pertemuanku dengan sastra kini mampu menjelaskan arah perjalanan di labirin yang tengah dibuat Tuhan untukku. Ya Tuhan, maaf jika pernah ku katakan bahwa labirin yang Engkau buat untukku menyebalkan, tapi kini ku akui ternyata itu sungguh memesona. Inginnya ku minta izin kepada-Mu untuk mengisi labirin itu dengan keindahan karya. 

Tak jarang bercengkrama dengan sastra harus membuatku masuk pada realitas, tapi justru disitu makin banyak ku pungut kata-kata yang berserakan untuk menyusun karya dan mengasah hakikat humanisme ku. Semenjak itulah seringkali merenung ku jadikan metode andalan ketika ingin menciptakan keindahan karya. Bagiku, merenung merupakan keadaan bahwa disana hanya ada aku dan pikiranku, juga keadaan spiritual dimana ku mampu menciptakan sebuah pemikiran besar. Lagi-lagi harus kuakui bahwa pertemuan dengan sastra kini membuatku merasa gila, sebab setiap saat untaian makna menghantui derap langkah di labirin yang diciptakan Tuhan untukku itu. Baiklah, walaupun seringkali membuatku harus berpikir keras karena masalah yang kian diciptakan-nya, tapi kini ku mengerti bahwa itu adalah cara-nya untuk tetap menjalin kemesraan denganku. Perkenalan ku dengan-nya kini membuat ku mampu mengucap “Terimakasih Langit Pagi” dan “Terimakasih Langit Malam”.

Sastra dan aku …

Tidak ada komentar: